🎿 Puisi Hujan Yang Berwarna Hitam
Yangberkaca di atas langit yang hitam Sayang begitu sepi petang ini Tak ada suara-suara, tak ada cahaya Dalam kamar gelap ku sendiri menekuri Tentang kita , yang berjumpa lalu berpisah.. Sayang hujan telah turun di sini Membasuhi separuh petang yang mulai habis Di tepian heningnya malam, aku meringis
Maknapuisi dapat ditujukan sebagai wujud rasa syukur dan cinta terhadap kekayaan alam yang diberikan oleh tuhan. Siang , sering mengingatkan aku kepada matahari. Pengertian mendung menurut kamu bahasa indonesia mendung adalah awan yang mengandung hujan biasanya berwarna hitam merata di langit, menandakan sebentar lagi akan turun hujan.
Akumemandang uap itu naik sebentar lalu pergi dibawa angin Sungguh, aku berharap perasaanku ikut terbang dan hilang bersama uap itu Cerahnya sinar pagi ini ternyata tidak bisa menutupi gelapnya kehidupan Matahariku sudah tenggelam Meninggalkan lembaran-lembaran hidup yang kini berwarna hitam putih Pergi, memutuskan untuk menjadi senja selamanya
PuisiHujan Hujan Terakhir Dalam Ingatan Suara Hujan Hujan Malam Ini Hujan Rintik Hujan Kamu Dan Hujan Aku kira, senja tak akan menjadi indah karena aku tak melihatnya Aku kira, pelangipun tak akan berwarna karena aku tahu hanyalah tinta hitam legam dalam pandangan Dan aku mengira, dawai hujan akan selalu ternada Apakah kau tahu, apa itu hujan?
Hutanku Hutan Besi. Berikut puisi karya Ananda Cahyo Wibowo yang dikutip dari Kumpulan Puisi Salam Terakhir oleh Anis Rohana, dkk. (2018). Jikalau hutan punya pohon, hutanku punya beton. Jikalau hutan ada burung, hutanku punya gedung. Jikalau kau tahu hutan punya hulu, kami tak ada hilir.
PuisiTentang Hewan Untuk Anak SD. Semut Yang Mungil. Engkaulah semut yang mungil, Ukuranmu sangatlah kecil, Berbondong berebut makanan, Untuk melangsungkan kehidupan. Makanan kau bawa ke sarang, Berbondong saling menopang, Meski tubuhmu sangat kecil, Tapi kerjasamamu amat terampil. Kaulah di semut hitam, Selalu berjalan tak suka diam, Jumlahmu
Oleh halley kawistoro Setiap pagi telah tersaji Secangkir kopi hitam di pelataran jendela Menanti sejuk untuk ku seruput Setiap pagi ada sebuah janji Putih dan hitam tidak terbagi Di sebelah warna pelangi pekat setelah mendung tadi Setiap pagi ada secangkir kopi Untuk memberi energi di perjalanan hari Menatap mimpi mengukir harap
AviantiArmand Selalu ada langit tak berwarna dan perempuan yang menulis di bawah langit seperti itu. 15 Desember Lampu kristal itu menggantung tidak di tengah ruang. Cahayanya ragu. Di seberang meja, tanganmu yang pucat langsat memberi kode agar tirai-tirai dibuka. Aku beranjak, tapi kamu berbisik, "Tidak sekarang." Di luar, jalan-jalan bercabang seperti argumen yang membosankan.
Kamudan Hujan Aku kira, senja tak akan menjadi indah karena aku tak melihatnya Aku kira, pelangipun tak akan berwarna karena aku tahu hanyalah tinta hitam legam dalam pandangan Dan aku mengira, dawai hujan akan selalu ternada Apakah kau tahu, apa itu hujan? Hujan inilah yang mengirimkanmu melewati nada rintiknya
Ditiap rintik hujan ku selalu menantimu Menanti hadir indah warnamu yang tinggi Menanti kau membentang sukma. Pelangi yang indah Aku ingin menjadi sepertimu Menjadi warna indah setelah hitam Menjadi senyuman setelah airmata. -Rayhandi- Pelangi Oh pelangi! kaulah yang membawa senyumku, kau menyejukan hatiku sehabis hujan melindas.
KumpulanPuisi Alam Terbaik. Angin yang Beralih. Puisi Alam - Telaga di Tepi Desa. Pesona Alam Hijau. Puisi Alam - Mahameru. Angin Dan Kemegahannya. Puisi Alam - Cantikmu di Seberang Nusa. Derai Cemara Udang. Puisi Alam Pendek - Gersang.
Kekagumanatas keberadaan sang kekasih, dinyatakan dengan puisi indah yang saling sahut menyahut. " Jika ada tempat paling liar di muka bumi maka itu adalah kemilau hitam pada bola matamu, ia mampu menelan malam juga kesedihan, dan menggantinya dengan bintang." Baca juga: Theo dan Weslly Tuliskan Kumpulan Puisi dalam Tempat Paling Liar di Muka Bumi
A6nPZI. Puisi Hujan – Hujan adalah fenomena alam turunnya air dari langit yang biasanya disertai dengan awan mendung. Hujan memiliki manfaat yang sangat luar biasa bagi kehidupan di bumi. Karena dengan adanya air hujan yang turun akan mencukupi kebutuhan mahluk hidup yang bergantung dengan air. Semua mahluk hidup membutuhkan air tak terkecuali kita sebagai manusia. Hujan adalah rahmat yang diberikan tuhan kepada kita yang membawa sejuta manfaat. Namun bagi anak muda, hujan pasti menyimpan banyak kenangan. Entah itu kenangan masa kecil ataupun kenangan bersama pasangan. Hujan juga bisa mewakili kesedihan seseorang yang putus harapan hingga orang yang putus cinta. Nah, untuk menggambarkannya kita membutuhkan karya yang tidak asing lagi yaitu puisi. Yap, puisi bisa mewakili perasaan kita, disaat kita sedih, senang, bahagia kita bisa mencurahkan semuanya kedalam puisi. Baca Juga 150 Kumpulan Puisi Cinta Romantis, Sedih, Rindu, Galau Terbaik 40 Puisi Kehidupan Penuh Makna dan Harapan Penyemangat Hidup 75 Kata Kata Puisi Roman Picisan Paling Romantis dan Bikin Baper 43 Kumpulan Puisi Keindahan Alam Indonesia dan Lingkungan 31 Contoh Puisi Islami Menyentuh Hati dan Jiwa Nah, bagi kalian yang sedang mencari puisi tentang hujan, saya sudah menyediakan puisi tema hujan lengkap yang bisa kalian gunakan untuk tugas sekolah ataupun yang lainnya. Berikut adalah 22 contoh puisi tentang hujan lengkap. Katakan Pada Hujan Bambang Priatna Terbelak mata memandang pucat Hujan Arya '17 Seakan langit sedang berduka Rona jingga tertutup jelaga Hujan Tak Bermentari Altar Cinta / hadi Rindu Bergelantung Agung Wig Patidusa Malam menapakkan hujan kesunyian Sayup-sayup rerintik mengerang Nada kelam napas bersenandung Rindu bergelantung antara hening Mencekam jerat-jerat Nala Kala Sukma memendam tanya Kerinduanku Ibenk Campret Malam ini aku merindukanmu Bagai kehausan tengah sahara Terkapar pula kerinduanku Cukuplah sebagai pelepas rinduku Ciptakan damai menyejuk jiwaku Rindu Yang Bercadar Bambang Priatna Tolong ambilkan saputangan putih Kauusapkan kening mengayun lembut Kuhanya terpejam menikmati Dalam kobaran lentera kecil Namun kini, hujan memelas Embun Jatuh Di Lamomea Ibnu Nafisah Fajar gelepar setelah malam Celaka. Pos tertawa membrutal Genderang mengerang tiga kali Serulah panggilan hening beku Lamomea terdiam dan sembunyi Kerinduanku Ibenk Campret Merangkum gugusan jemari hari Yang membeku membiru batu Mungkin rembulan terlalu sunyi Bahagiakah atau sengsara, entahlah Mama Ibnu Nafisah Berdaun berbiji lalu berbunga Sebagian hidupnya hitam berbatu Guratan kemarau hujan mendera Ketika banjir datang meradang Melukai kadang rontok mendesah Dipeluknya pohon rindu cintanya Sepohon ranting asa buana Menembus Debu dan Angin Rayhandi Hinggap di julangan akar hijau Masuk menyeruak ke kayu akar Membekukan sepi hingga embun Memberi minum hijau yang kering Mengganti layu menjadi segar Mengganti gersang menjadi basah Rintik jatuh memecah tanah Membawa semua dingin ke tempat kekasih berada. Musim Hujan Rayhandi Berbalut selimut menghangat raga Dingin terasa hingga sampai ke tangan Hujan kali ini begitu berbeda Berbeda karena di ujung malam Bermain kantuk membutakan mata Masih menjadi beku yang tak hangat Terasa sesak takkala tertatap Mungkin dingin menjadi penawar Atap dan daun rimbun jadi saksi Bahwa bening mencumbu hijau Terlarut basah meninggal subur Penawar di musim kemarau. Aku Suka Hujan Rayhandi Ia mengingatkanku pada ratap Basahnya melarutkan dukaku Basahnya menyamari airmataku Bersama ia yang takhenti mengais Dengannya ratusan sajak ku kutat Ribuan kata tergiang di tempurung otak Milyaran bayang berjalan di sana Karena di setiap air yang jatuh Ku ikat sepucuk doa kecil Jatuh ke bumi membawa semuanya. Terima Kasih Hujan Rayhandi Berkatmu kami tak kekeringan Berkatmu kami bisa meneguk air Kami selamat dari kekeringan Tanaman tanaman hilang dari kering Tanaman petani subur basah Air di sumur banyak meruah Terima kasih kau telan turun Semua hijau, air, katak besyukur Kenangan di Basah Hujan Rayhandi Di basah itu memori tersangkut Menyanyut ingat membara bayang Terlihat warna di pucuk mata Kurasa memori menari bernyanyi berputar Kenyataan yang menggenggam Hangat menguar melawan dingin Terbawa sampai ke hulu hati Rasa di bidang merah masih menyenja Di bayang barat rasa itu kugantung Aku belum larut menjadi abu Aku masih menjadi ingatan yang takkan raib Menjadi sepertiga kenangan yang hidup di hujan malam Aku masih menjadi cerita untuk hari ini dan selamanya. Hujan Malam Ini mengalir di pelupuk sunyi barangkali matamu dan mata hujan adalah dua hal yang tak bisa dipisahkan Disaat Hujan di Suatu Sore ditabur hujan kesunyian sore ini sajak-sajak ditulis menepis sepi di antara jendela, kursi, dan meja ujung-ujung jari yang sedari dulu Saat Merindumu merindumu adalah menemu sunyi seperti gerimis menjumpai tangis sebait kata pada tubuh sepi merindumu adalah menemu sunyi seperti detak dalam tubuh sajak rima yang tak henti-henti Hujan ini Turun Lagi soal airmata yang berlinang dari kata yang kau namakan puisi soal rasa yang pernah singgah Anggap Saja Hujan ini Adalah Aku anggap saja hujan ini adalah kenangan, meski rintik yang sedetik, tapi mampu anggap saja hujan ini adalah kerinduan, meski rintik yang setitik, tapi mampu anggap saja hujan ini adalah aku, meski sudah tak lagi deras, tapi tetap Aku Rindu Hujan Hujan Membawa Kenangan Kenapa aku suka pada hujan? Kerana ia membawa kelam yang gelap Kerana ia membawa gelap yang redup Kerana ia membawa redup yang sayup Kerana ia membawa basah yang kuyup Kerana ia membawa bayu yang bertiup… Hujan mengiringi langkah kita Hujan menyertai tawa mereka bersama hujan kita berlari mengenali diri bersama hujan kita melirik penuh erti bersama hujan kita tersenyum dalam hati bersama hujan kita mengenal cinta sejati dari tiap butirnya aku belajar tentang kerinduan lalu basahlah aku dalam kenangan dari tiap titisnya aku belajar tentang cinta lalu hanyutlah aku dalam kebahagiaan Masihkah menyimpan kesukaan yang sama? Saat kau memimpin tangan ku Saat kita dibuai kerinduan Saat kita dihanyut percintaan Saat kita dalam keriangan Saat kita jalan bersisian Kerana itu aku suka hujan Hujan membawa kau kepada ku Dan harapku kau masih menyukai hujan kenangan
Puisi hujan – Selain senja, mungkin hujan juga menjadi salah satu momen yang memberikan kenangan tersendiri bagi sebagian orang. Entah itu merupakan suatu momen kerinduan atau bahkan sebuah momen yang menyebalkan. Dari hujan, banyak seniman menciptakan karya yang terinspirasi oleh adanya hujan. Hujan menjadi anugerah tersendiri bagi setiap orang. Untuk seseorang yang terbiasa mengungkapkan suatu momen lewat puisi, berikut ini adalah puisi-puisi karangan dari beberapa seniman yang mungkin bisa mewakili sensitif perasaan pembaca. ContentsKumpulan Puisi HujanDi Dalam Senandung HujanEmbun Aku terdiam dalam hujan Mentari SenjaTerjebak HujanGelisah Dalam Alunan Rintik HujanHujan Ada Mulai kakuKisah Katak Hujan yang menyejukkan hatiReda Hujan Jadikan Aku HujanIbu HujanTiga InderaHujan GersangMungkin CukupSetitik HujanRindu MuraiDalam Selasa KeduaHujan KecilMusim Hujan Berselimut DukaSiklus HujanLirihan NirwanaKelinci Bersayap PutihHujan dan SenjaMemori Tetesan HujanJangan TanyaKisah HujanSeperti HujanKata Bapak Tentang HujanPelangiHujan Di TernateDinginmu oh HujanKu Sambut HujanTitisan Hujan Bersama Nyanyian SyahduWalau Habis TerangWasiat GelandanganHujan KelabuHujan Hanya Setitik AirKisahku dan HujanRintik Hujan Rinai Memberai Air HujanHujan Bersamamu Kehadiran Hujan Kisahku Tak Merindu HujanRintik Rindu NovenaKenyataan di Balik HujanSajak Pertemuan Hujan Senja Kumpulan Puisi Hujan Di Dalam Senandung Hujan ***** Aku berpuisi di bawah sinyal dari langit Di dalam senandung hujan ***** Wahai alamku Hujan menyampaikan bau rindu yang lama terpendam Ranum dan merekah selaksa salam dari doa Aku padamu ***** Wahai alamku Bila di sana hujan maka aku titipkan pesan Melalui sayatan sayatan rintiknya Yang berbaris menyalamimu ***** Bila tidak maka lewat angin dan udara Yang menyelimuti tubuhmu Ku gelorakan salamku Wahai alamku ***** Aku berpuisi di bawah sinyal dari langit Di dalam senandung hujan ***** Embun ***** Perihal hujan, Aku tertarik pada embun Embun yang berada pada sebuah kaca jendela Memperlihatkan jejak tetesan air hujan Dan dingin yang menjadikannya buram ***** Perihal embun, Kerap kali aku menggunakan jari ini Menuliskan sebuah nama Atau serangkaian kata Mungkin tak berguna Karena hanya sementara Tetapi setidaknya aku melepaskan sedikit kerinduan ***** Perihal rindu, Jika kamu adalah embun Aku selalu menantikan hujan itu datang ***** Aku terdiam dalam hujan ***** Saat itu aku terdiam Melihat tatapannya Yang kosong menatap hujan ***** Kau tak apa? Tanyaku perlahan Lagi bingung ya? Tebakku sok tahu ***** Masih menatap hujan Ia menggeleng, Berkata, ***** “Melihat hujan aku merasa tenang Meski angin bergemuruh, Halilintar meraung Air – air itu tetap berjatuhan Beriringan dengan irama Tenang” ***** Kami berdua terdiam Bersama menatap hujan ***** Mentari Senja ***** Aku keluar Ku lihat matahari yang terbenam Tenggelam Menghiasi wajahmu ***** Terjebak Hujan ***** Apakah kamu pernah terjebak hujan? Yang tak tahu arah untuk berteduh Apakah kamu pernah terjebak kerinduan? Yang tak tahu kepada siapa jika mengeluh ***** Sekali- kali cobalah dengan sengaja Terjebak hujan Agar kamu mengerti Terjebak itu bukan hal yang menyenangkan Meski bagimu itu adalah bagian dari permainan ***** Setahuku rindu bukan jebakan Tetapi karenamu yang memberi harapan Membuatku terjebak bersama hujan ***** Gelisah Dalam Alunan Rintik Hujan ***** Oleh Ardhi Dwi Pranata Geliat senja menutup aktivitas Lalu lalang kendaraan menyesaki jalanan Pedagang kaki lima tampak berbenah Awan pun bermuram durja ***** Kabar itu menggelisahkan pikiran Dalam parodi jalanan menemani perjalanan Kelap kelip lampu persimpangan mengusik pikiran Awan pun bergelagar ***** Rintik hujan mulai turun Lambat namun pasti kaca mobil mengembun Derit roda terdengar serak Kabar itu masih menghantui ***** Gelisah berteman rintik hujan Asa memecahkan kabar itu Alunan rintik mengalun dalam telinga Sedikit regang pikiran ini ***** Hujan ***** Oleh Rosdiana N H Kehadiranmu menyejukkan hati Dengan senyum mu yang begitu berarti Menggerakkan jiwa yang tak ku mengerti Karena kamu lah yang ku nanti ***** Meski dengan sekilas perjumpaan Bersyukur karena ada kebersamaan Meninggalkan kesan yang indah Walau hanya sebuah impian ***** Seperti malam yang kelam Dalam suasana yang mencengkam Hanya bisa berharap dalam diam Untuk perasaan yang terpendam ***** Ada ***** Oleh Muhammad Rajib Raka tirta Ada perasaan Yang bahkan tak bisa Diungkapkan dalam puisi ***** Aku bertanya, Mengapa? ***** Namun, itu pertanyaan abadi Tanpa jawab Tanpa tanggap Hanya senyap ***** Aku coba mulai menulis namun Ku rasa jemariku ***** Mulai kaku ***** Karena Ada perasaan Yang bahkan tidak bisa Di ungkapkan dalam puisi ***** Kisah Katak Kisah Katak ***** Oleh Muh. Idsan, S. Pd Gendang bertabu di atas langit dengan gema yang memekakkan Awan tak sanggup menahan beban yang menyesakkan Musim hujan pun datang dan siap untuk di rayakan Barisan katak terbangun dari peristirahatan panjang yang melelahkan ***** Pasukan katak mendorong kura- kura yang lamban Membawa waktu Di depan sana, ada hujan yang telah lama di tunggu Sejauh mata memandang keberadaan itu Jarak pula menyakiti jejak pada rasa yang pilu ***** Dahaga telah mengikis kerongkongan Panas mentari mengupas kulit yang kekeringan dan menghalangi jalan Cepatlah menyingkir kura- kura yang menyebalkan Kami katak, sang perindu hujan ***** Sedikit lagi akan sampai di tujuan Bersiap untuk bermandikan bulir- bulir bening harapan Bertahanlah, sisa beberapa langkah lagi untuk di lawan Sial hujan berhenti di depan pandangan ***** Hujan yang menyejukkan hati puisi hujan ***** Kehadiranmu begitu menyejukkan hati Dengan senyum mu yang begitu berarti Menggetarkan jiwa yang tak ku mengerti Karena kamu lah yang ku nanti ***** Meski dengan sekilas perjumpaan Bersyukur karena ada kebersamaan Meninggalkan kesan yang indah Walau hanya sebuah impian ***** Seperti malam yang kelam Dalam suasana yang mencengkam Hanya bisa berharap dalam diam Untuk perasaan yang terpendam ***** Seperti mendung tapi tak hujan Seperti gerimis yang hanya sekilas Ada apa dengan gerangan? Memberi tanda tapi tak selaras ***** Egokah jika aku kecewa? Dengannya yang bukan siapa siapa Bagai bulan dan matahari Tak pernah menyatu meski berarti ***** Reda Hujan ***** Oleh D I H Ku perhatikan kamu sering menikmati hujan Dengan secangkir kopi Lalu setelah mereda Kamu beranjak pergi ***** Ku perhatikan kamu sering memberi ungkapan dengan sebuah janji lalu setelah ku percaya kamu beranjak pergi ***** dan kebiasaanku memperhatikanmu Membuatku tersadar Jika memang sebenarnya Kamu juga tak peduli ***** Juga Kamu tak pernah menunggu reda karena hujan Tetapi hanya karena kamu ingin pergi ***** Semestinya Aku tak pernah menunggu sebuah jeda Karena penantian Tetapi hanya karena kamu yang pergi Seperti ini ***** Jadikan Aku Hujan puisi hujan ***** Oleh Afifatur Rohmah Jadikanlah aku hujan Akan ku lukis kisah dengan muara air Akan ku buat bendungan yang di penuhi cinta Akan ku penuhi jiwamu dengan rintiknya rindu ***** Ajari aku menjadi hujan Agar aku bisa mengobati hausmu Haus akan dentuman rindu Mengalirkan kesejukan pada tubuhmu yang basah ***** Ijinkan aku menjadi hujan Aku ingin mengalir bebas di wajahmu Aku ingin persembahkan musik dengan jatuhnya aku Membuat alunan pada dinginnya cintamu Tapi, ini janjiku Tak akan ada petir yang membuatmu benci akan hadirku ***** Ibu Hujan ***** Oleh Joko Pinurbo Ibu hujan dan anak – anak hujan Berkeliaran mencari ayah hujan Di perkampungan puisi hujan ***** Anak – anak hujan berlarian Meninggalkan ibu hujan Menggigil sendirian di bawah pohon hujan ***** Anak- anak hujan bersorak girang Menemukan ayah hujan Di semak semak hujan Ayah hujan mengaduh kesakitan Tertimpa tiga kilogram hujan ***** Ayah hujan dan anak – anak hujan Ber ramai ramai menemui ibu hujan Tapi ibu hujan sudah tidak ada Di bawah pohon hujan ***** “kita tak akan menemukan ibu hujan di sini Ibu hujan sudah berada di luar hujan” ***** Tiga Indera ***** Dan jika Telingaku jatuh cinta Pada siulan burung itu, ***** Atau saat Mataku terpesona Pada warna- warni bulunya, ***** Dan juga Saat hidungku terbuai Merasa aroma burung surga ***** Aku katakan “bersatulah ! Maka akan lebih indah, Dan beritahulah!” M R R ***** Hujan Gersang puisi hujan ***** Gersang pucat tak bernyawa Seperti daun di musim kemarau Ini hati telah mati rasa Menunggumu yang terus berlalu ***** Angin berhembus menerjang dedaunan Terhempas jauh keras tak terarah Kau yang selalu menjadi kekuatan Kini tak ada lagi perlahan musnah ***** Inilah puncak di musim kemarau Menyambut hujan berhawa dingin Beginikah rasanya mencintaimu? Kau yang telah jadi milik orang lain ***** Mungkin Cukup ***** Oleh Muhammad Rajib Raka tirta Telah ku katakan Kepada sebuah pohon rimbun Bahwa aku Mengagumi helai daunnya ***** Juga kokoh batang dan akarnya Kalau saja Ia bertanya ***** Pohon itu terdiam Tatapan bisunya merengkuhku Angin berkata “Pohon itu tersenyum” ***** Dan aku kembali Ke rumah Dengan sebatang pena Di atas kertas ***** Setitik Hujan puisi hujan ***** Mata yang selalu bersinar Indah senyum yang di sunggingkan Kepiawaian dalam berbicara Anugerah Tuhan yang sungguh sempurna Elokkah aku inginkannya? Langkah hati ingin berada di dekatnya ***** Alangkah indah bila tak ada benteng Rasa hati ingin aku sampaikan Dari perasaan yang terdalam Yakin ini cinta dalam hati akan ku nyatakan ***** Aku hanyalah setitik air yang akan menguap di kala terik membuat langit mendung berawan hingga mengundang hujan untuk turun ke bumi ***** Seperti itulah siklusnya Hanya dapat memandangimu dari kejauhan Menyimpan sejuta rasa yang terpendam Hingga akhirnya hanya menjadi sebuah angan ***** Tak bisakah aku menjadi hujan? Yang di setiap rinainya membawa kesejukan Tak bisakah aku menjadi pelangi? Yang membuat hidupmu menjadi lebih berarti ***** Rindu Murai ***** Oleh Muhammad Rajib Raka tirta Awalnya Aku berharap Murai itu tetap diam Dan tidak terbang ***** Kini aku takut Murai itu terbang Dan menjauh ***** Aku pemburu Yang hendak mengamati Murai tersebut Tanpa perlu menembaknya ***** Dalam Selasa Kedua ***** Oleh Muhammad Rajib Raka tirta Dalam sebuah buku, Aku dengar Morrie Berkata, ***** “Cinta adalah Satu satunya perbuatan Yang rasional” ***** Betapa terkejutnya aku Saat aku tahu Bahwa aku percaya Sejak awal ***** Hujan Kecil ***** Oleh Joko Pinurbo Hujan tumbuh di kepalaku Hujan hanya penyegar waktu ***** Memancur kecil – kecil Mericik kecil – kecil Di hiasi petir kecil – kecil Hujan masa kecil ***** Tetes Cinta Oleh Yuhana Rahayu Mega kelam menembus malam Laksana tetes raksa yang terus menerjang Panas namun terasa dingin Hingga kulit tak mampu untuk bernyanyi Tetes setiap tangisan sang mega berhambur Mengubur segala memori yang terkubur Bagai guruh yang mengadu dengan kilatan sambar Mengikat segala yang terdengar Tetes- tetes cinta membasahi kalbu Meriap dalam dekap asa yang tersirat Mengoyak rasa luka yang terpampang nyata Menumpah segala tangis haru bahagia Tetes – tetes cinta mencampur adukkan resah dalam dada Cintaku kelam namun manis Tapi aku tak mampu mengatakannya cinta Karena hanya aku yang mencinta ***** Musim Hujan Berselimut Duka puisi hujan ***** Oleh Fakhri Fikri Rangkaian kata ku susun menjadi aksara Bercerita tentang musim hujan berselimut duka Dimana senja tak lagi jingga Dimana mentari enggan menampakkan muka ***** Kala itu, langit menangis berlinang air mata Guntur beretorika tanpa bisa mengucapkan sepatah kata Indonesia berduka Bapak pluralisme bangsa telah tiada ***** Siklus Hujan puisi hujan ***** Oleh D I H Apakah kamu tahu siklus hujan panjang? Yang memulai penguapan dari laut hingga turun hujan di daratan Apakah kamu tahu siklus hubungan yang panjang? Yang memulai pengharapan dari awal hingga berhujung pada penantian ***** Kamu pernah berkata, Jika hujan membutuhkan tahapan siklus transpirasi Yaitu penguapan Yang berasal dari tumbuhan ***** Tetapi kamu lupa berkata, Jika aku juga membutuhkan sebuah siklus serupa transpirasi Agar menguapkan kerinduan yang berasaan dari mana? Baiknya jangan kamu tanyakan ***** Lirihan Nirwana puisi hujan ***** Oleh Armielda Rayya Cepat- cepatlah menari Langit telah melempar berkah Menujumu yang menanti dengan tangan terbentang Dinginkan hati lewat lirih suara cakrawala Yang pecah membanjiri tapakan air mata ***** Berhentilah berduka Dia telah memanggilmu Lewat bisikan malu – malu Yang mengubur nestapa ***** Kelinci Bersayap Putih Kelinci Bersayap Putih ***** oleh Muhammad Rajib Raka Tirta Wusshh.. Cepat nian kau terbang Rambut – rambutmu putih, hai kelinci Maukah kau kemari? Ke rumah renta kami? ***** Tak perlu di tanyakah ? Mungkin kau anggukkan kepalamu, oh kelinci lucu Kau mau? Bermain sebentar di rumah ini? Oh, mengapa kau menggelengkan matamu? Aku menunduk. Aku di tolak ***** Wusshh.. Kau melesat dengan sayapmu Ah, kelinci manis Kau hanya imaji Tapi mengapa kau nyata? Hebat ya aku bermimpi saat terjaga ***** Pernahkah kau bermimpi? Menyentuh bintang dan mencumbu bulan? Tak perlu aku bertanya Kau dengan mudahnya pergi ke bulan Tapi aku? Huh, untuk melihatmu saja aku tak mampu Ayo kemari ***** Biarkan aku bersamamu Kelinci bersayap putih Yang turun dari tanah Yang muncul dari bawah langit ***** Hujan dan Senja ***** Oleh Rosdiana N H Seperti mendung tapi tak hujan Seperti gerimis yang hanya sekilas Ada apa gerangan? Memberi tanda tapi tak selaras ***** Egokah jika aku kecewa? Dengannya yang bukan siapa- siapa Bagai bulan dan matahari Tak pernah menyatu meski berarti ***** Kehadiranmu menyejukkan hati Dengan senyummu yang begitu berarti Menggetarkan jiwa yang tak ku mengerti Karena kamu lah yang ku nanti ***** Meski dengan sekilas perjumpaan Bersyukur karena ada kebersamaan Meninggalkan kesan yang indah Walau hanya sebuah impian ***** Memori Tetesan Hujan puisi hujan ***** Oleh Setia Erliza Sehelai daun hijau panjang Menutupi mahkota dari derasnya hujan Menuju tempat lautan ilmu Beberapa tahun yang silam Saat aku duduk di bangku Sekolah dasar Memori daun pisang menjadi bait kisah haru Menempak kisah di musim penghujan Basah? ***** Ayah, derasnya hujan hujan menerpa tubuhku Sambil menggigil kau genggam tanganku Jelas terlihat dari tangan keriputmu Menuntunku di bawah derasnya hujan ***** Daun pisang mengukir kisah haru Ciptakan kenangan indah tak terhingga Antara aku, ayah dan hujan ***** Jangan Tanya puisi hujan ***** Oleh Muhammad Rajib Raka Tirta Jangan tanya Dan jangan pernah Basi kalau bilang cinta Cupu Kalau bilang sayang ***** Tapi diam Di kata sombong Jangan tanya Tidak usah Tak perlu mengambarkan Seluas semesta Tak perlu mengandaikan ***** Seharum bunga kesturi Tak perlu berkata Seindah langit cerah Jangan tanya Dan tidak perlu bertanya Kau tidak pernah percaya ***** Percuma jika aku jawab Kau tak perlu bertanya Aku sebenarnya… Cukup Kau seharusnya sudah tau Ya benar Hanya pengagum punggungmu ***** Kisah Hujan puisi hujan ***** Oleh Rieneke Cahyani Aku menanti dirimu Seperti air menghujam sendu Terus jatuh mengalir kelu Hujan berteriak pilu Tak kau dengar dalam surau Jiwa ku termenung kelabu Menunggu cinta semanis madu Hingga usai balutan waktu Hujan seminggu berlalu Tersisa petrichor syahdu ***** Seperti Hujan puisi hujan ***** Oleh Michra Fahmi Mereka bilang aku aneh … Karena aku selalu menunggu air turun dari langit Mereka juga bilang aku gila Karena senang bercerita pada hujan Mereka selalu menjauh ketika rintik menyapa Sementara aku selalu menyambutnya dengan riang ***** Kau benar tentang hujan, ada aroma tanah yang terjamah Dan selalu menggugah rasa rindu antara kita Aku harap kau tau pernah lupa pada hujan yang mempertemukan kita Saat bersama tersenyum memandang langit hitam dan derasnya hujan ***** Kau ajarkan aku menjadi seperti hujan di malam hari Atas harapan dan rinduku pada seseorang Yaaaah… Hujan yang tak pernah lelah turun meski malam Dan tak pula mengharapkan datangnya pelangi ***** Kata Bapak Tentang Hujan puisi hujan ***** Oleh Sinta Nuriyah Dewi Temaramnya mentari menemani sepinya pagi Mendung yang menggulung tak luput berpartisipasi Rintik yang menitik dari langit mengeluarkan aroma sedu sedan Basah yang merambah menambah hujan kepiluan ***** Menengadah pada titik demi titik yang terasa menggelitik Nuraniku berharap tiap jatuhannya kan hapus tiap pelik Segar yang tergambar pada definisi indraku Menghantarkan kenyamanan tentraman jasad ruhaniahku ***** Sebuah nasehat pernah banyak bisikkan “Hujan yang langit karuniakan, Kerap suratkan kesukacitaan, Tak jarang siratkan peringatan” ***** Pelangi puisi hujan ***** Oleh D I H Kapankah kamu terakhir melihat pelangi? Apakah kamu pernah menunggu pelangi setelah hujan? Kapankah kita bertemu kembali? Apakah kamu pernah menunggu kembali setelah penantian? Pelangi itu indah tetapi tak lama Dia juga akan menghilang Aku tak pernah menjadikanmu seperti pelangi Tetapi mengapa kamu juga menghilang ? ***** Hujan Di Ternate puisi hujan ***** Oleh Abi N. Bayan Kau tumpah lagi di gelasku Dan aku mesti menyeduh Sisa – sisa teh dari cangkirmu ***** Malam ini, aku kembali Memelukmu dalam diam Sebelum asap rokok mati dari tanganku ***** Ada gigil tiba – tiba renyah di ruangan ini Melesat keluar jendela Dan kau sibuk merapikan sesak ***** Dinginmu oh Hujan ***** Oleh Laili Gadis Hasanah Malam itu aku masih menunggu Lautan harapan ku gantungkan penuh bisu Rintik hujan seolah tahu kisah kita haru membiru Ah , biarlah penantian ini seakan membatu Mentari kadang harus mengalah demi hujan Membiarkan mereka menyatu dengan alam ketenangan Biarlah hanya aku yang tak bertuan Berdiri ragu seakan angin mampu menghempasku Bertanya dan dapatkan jawaban dalam angan semu Berharap rintik hujan segera menyampaikan pesanku ***** Aku lelah, lesu, tak mampu lagi bertahan Hanya mampu berharap tuhan cepat menegurmu Wahai pemilik dinginnya hati Ketuklah pintu reot yang telah lama ku tuju Aku lelah terus menunggu Dinginmu seakan tak pernah pergi kala mentari membakar kisahku Dinginmu tetap sama ***** Ku Sambut Hujan puisi hujan ***** Oleh Ely Widayati Detik waktu berlalu meninggalkan kawan Kemarau yang mendera mulai bosan Tanaman rimpang menyembunyikan dahan Rumput kering menahan lapar ***** Bilakah hujan datang menghampiri Walau turunnya rinai kecil Mereka senang akan harum hujanmu Membawa kesejukan riang dalam kalbu ***** Rintik tawamu menyuburkan tanah Meski di sini ada air dalam kulah Namun aliran hujan lebih berkah Air alam ciptaan Allah ***** Ku sambut musim hujan ini Dengan senyuman tulus dari dasar hati Agar alam tidak ternodai Agar hujan tidak di caci ***** Titisan Hujan Bersama Nyanyian Syahdu ***** Oleh Jannatul Ula Kilau mentari menyinari bumi dengan tandus alam yang menerjang Seketika awan merubah wujud menjadi mangsa kegelapan Mengharap curahan air yang menabur Rintihan suci menghidupkan dunia indah nan syahdu ***** Memanggil cinta bagai akar menjalar untuk tetap bersemi Menghias bunga mekar di iringi musik gemercikanmu dari kelayuan Menghias alam dengan biasan mentari Sebagai tangga cinta sang bidadari Butiran embun menempel di ujung dedaunan Membentuk indah bagai mutiara bening ***** Rintihan hujan butir suaramu menyejukkan imajiku Dalam keheningan anganku terbang entah kemana bersama angin Disertai melodi indah suaramu berpantul dengan hembusan angin Membuat tubuh ini membeku Dengan hawa yang kau curahkan ***** Walau Habis Terang Walau Habis Terang ***** Oleh Nur Rohimah Sekawanan awan hitam telah puas Menumpahkan segala noda yang mengungkung Kini dengan pakaiannya yang putih bersih Kembali ke peraduannya ***** Rama- rama mengepak sayap Kumbang menyeruput setetes air Yang menggelayut di kelopak bunga Dedaunan mengibas- ngibas tubuhnya yang kuyup ***** Aroma tanah renyai – renyai menyeruak Pelangi datang berpendar Dalam bias warnanya Ia melambaikan senyum ***** Wasiat Gelandangan ***** Oleh Puspita Idola Pirsouw Jika langit runtuh lebih dulu hujan ku sentuh Sembunyi jauh di saku lusuh Kala lolongan lapar dan nyawa bertengkar Bayi hujan menggelepar dalam mulut ternganga lebar Berulang kali aku mati suri untung hujan ganti nasi ***** Lihat siapa peduli aku Jalanan mencumbu bulan jauh dari kata warisan Bayangpun sekadar pinjaman kembali pada Tuhan ***** Hei lihat siapa peduli aku Gadis liar compang tegar berhati lapang Belajar kejamnya hidup sayang tiada meredup ***** Jikalau langit runtuh Tiada lagi yang ku sentuh Selain hujan senandung peluh Ganti asi ibu dan bait keluh ***** Hujan Kelabu ***** Oleh D I H Ingatkah aku pernah berbicara tentang kelabu? Bahwa putih tetap terang, hitam tetap gelap Namun abu tak selamanya kelabu ***** Dan Ingatkah sekarang aku berbicara tentang rindu? Bahwa angin tetap berhembus, Hujan tetap bergenang Namun rindu tak selamanya berlalu ***** Tahukah? Kelabu berasal dari hitam yang sedikit Dan putih yang lebih banyak ***** Tahukah? Rindu berasal dari pertemuan yang sedikit Dan kenangan yang lebih lebih banyak ***** Tentang kelabu, Kamu sangat berarti Sebab selalu menjadi pertanda jika hujan akan datang ***** Tentang rindu, Kamu sangat berarti Sebab selalu menjadi pertanda Jika kamu telah menghilang ***** Hujan Hanya Setitik Air puisi hujan ***** Oleh Rosdiana N H Aku hanyalah setitik air Yang akan mengap di kala terik Membuat langit mendung berawan Hingga mengundang hujan untuk turun ke bumi ***** Seperti itulah siklusnya Hanya dapat memandangimu dari kejauhan Menyimpan sejuta rasa yang terpendam Hingga akhirnya hanya menjadi sebuah angan ***** Tak bisakah aku menjadi hujan? Yang di setiap rinainya membawa kesejukan Tak bisakah aku menjadi pelangi? Yang membuat hidupmu menjadi lebih berarti ***** Kisahku dan Hujan Kisahku dan Hujan ***** Oleh Ghivan Christine Dalam ayunan langkah, yang semakin lambat Dalam helaan napas, yang semakin dalam Dalam desir angan, yang kian menjauh Dalam desah hati, yang kian membiru ***** Entah harap, entah khayal yang di genggam Entah duka, entah suka yang di kecap Hanya tetes hujan yang paham Hanya tetes hujan yang menjawab ***** Dalam biru yang kian menyatu Di derasnya tetes hujan Tak ada kata yang terucap Tapi selaksa makna terjawab ***** Kisahku, sama dengan hujan Datang dan pergi tanpa pamit Menghembuskan asa dan juga nestapa Hingga hanya dingin yang tersisa ***** Rintik Hujan puisi hujan ***** Oleh D I H Pernahkah kamu memperhatikan tetesan rintik hujan? Yang jatuhnya tak terhitung jumlahnya? Pernahkah kamu memperhatikan tetesan rintik hujan? Yang jatuhnya membawa rindu pada akhirnya? ***** Perihal rintik, Sebuah kata yang mampu menampung genangan Perihal rindu, Sebuah kata yang mampu menampung kenangan ***** Rintik, Ku perhatikan terkadang kamu mereda Namun terkadang menjadi hujan yang lebat Lebat yang membuat pakaianku basah ***** Rindu, Ku perhatikan terkadang kamu mereda Namun terkadang menjadi rasa yang hebat Hebat yang membuat perasaanku resah ***** Rinai Memberai Air Hujan puisi hujan ***** Oleh Pety Rahmalina Rinai datang padaku saat diri tengah menepi Renyai senyawa hidrar memecah sunyi Segala impresi tentangnya menguar memenuhi imaji Kembali pada ilusi tuk berpuisi ***** Rangkaian asa yang ku cipta terberai Dia pergi ketika rinai datang memenuhi semesta tak berisi Serenada pilu mencipta elegi Nyeri yang kau berikan, Ku resapi dalam – dalam saat hujan Sembilu menjalar setiap kali rinai berjatuhan Sembunyikan air mata redam jerit kekecewaan Dalam cinta yang tiada berupa Rinai memberai ***** Rinai memberai rasa Dalam rindu yang membuat tiada Rinai membelai rasa Jadi tiada yang membuat rindu ***** Hujan Bersamamu ***** Oleh Handiyani Aroma itu, waktu itu dalam senja terbenam Hujan memihak dirimu bersemayam Rintiknya menjelaskan wajah bergumam Tanah basah menutupi jejak yang dalam ***** Jelas benar rintik hujan bersamamu Menjadi pemisah saat temu Bertukar air mata semu Hujan menyelimutimu ***** Kehadiran Hujan puisi hujan ***** Kehadiranmu begitu menyejukkan hati Dengan senyum mu yang begitu berarti Menggetarkan jiwa yang tak ku mengerti Karena kamu lah yang ku nanti ***** Meski dengan sekilas perjumpaan Bersyukur karena ada kebersamaan Meninggalkan kesan yang indah Walau hanya sebuah impian ***** Seperti malam yang kelam Dalam suasana yang mencengkam Hanya bisa berharap dalam diam Untuk perasaan yang terpendam ***** Seperti mendung tapi tak hujan Seperti gerimis yang hanya sekilas Ada apa dengan gerangan? Memberi tanda tapi tak selaras ***** Egokah jika aku kecewa? Dengannya yang bukan siapa siapa Bagai bulan dan matahari Tak pernah menyatu meski berarti ***** Kisahku Tak Merindu Hujan puisi hujan ***** Oleh Bukamaruddin Aku adalah tanah kota Kemarau abadi yang di hampiri aspal dan beton Aku tak bisa lagi menjadi laki – laki peneduh Seperti pohon di pinggir jalan yang sekarang enggan berdaun ***** Aku tak bisa lagi menjadi laki – laki lumpur Seperti kesederhanaan tanah dan kenangannya Di sini kisah kasih membantu Tunggu tak lagi patuh Rindu tak lagi butuh ***** Jika engkau memang tiba Maka ku minta gerimismu Karena hanya itu yang membuatku tak meluap ***** Jika engkau tetap datang Maka ku cinta pelangimu Karena hanya itu yang tak membuatku mengeluh ***** Rintik Rindu Novena puisi hujan ***** Oleh Dikha Nawa Lembar keenam, ku mulai lagi untuk mengingatmu Tentang rinduku yang belum tersampaikan Kala percik- percik gerimis menyapaku Di antara aroma remahan tanah yang basah Betapa sulitnya itu Begitu berat menahan lajunya ***** Entah, di rintik ke berapa Ku kan mengeja bayangmu Membahasakan senyum mu saat itu Di sini pun masih terasa sama Hampa serupa kesendirian ini Hingga tak sanggup lagi, hatiku menahan keingkaran ini ***** Andai saja ku mampu Menghalau lajunya waktu Andai saja saat itu Tak bersumpah untuk membencimu ***** Kenyataan di Balik Hujan puisi hujan ***** Oleh Tista Apryandani Pergilah …! Ujarku membara laksana petir membelah sunyi Kian dusta terlanjut aku hempas melukai hati Ku tak pikir sejauh apa langkah kaki pergi Melambai pergi raga tenggelam tak peduli ***** Surat terbuang… Secarik kertas teruntai menari di atas pena Hujan bersaksi dikau menusuk jantung mata Sedih di kala duka hamba menyapa relung raga Berpaling kau pergi silahkan saja Hatiku rela ***** Bersabar… Insan hati terkelupas Sang sarang perih terluka Tinggalkan dikau bagai telur pecah tak berguna Mencintaimu laksana jasad di balik keranda Relung menangis kian terpecah sakit merana ***** Tak peduli … Berlarilah sebahagia kau kejar kapas berkabur Enggan ku lari melangkah menggapai gerimis cinta Sesak hati menggema kaku tenggelam dalam kubur Bibir tak sudi berampun dikau kejam seribu dusta ***** Sajak Pertemuan Hujan Senja puisi hujan ***** Oleh Windarsih Guguran air menyelubungi rona pipi senja Mengembang senyum sepasang insan bertudung payung jingga Bumi sudah di jamah resapan manis hujan senja Usapan tangan di kala pintu – pintu langit terbuka Magis hujan meniduri relung – relung kerinduan Pertemuan perpisahan silih berganti tanpa salam ***** Bagai sebujur kilat membelah angkasa tak pedulikan masa Setara air hujan kala rasa menjatuhkan lara Menatap mata hitam pemegang gagang payung jingga Ku larang melangkah sebelum tangis hujan reda Mencari kening di antara helai rampai legammu Mendaratkan rindu semasa kemarau bertahta padaku ***** Sajak pertemuan di bawah kembang payung hujan Teduhkan jiwa dua insan pemuja ritme tetesan Memori penghujung Desember pelukan batas senja Engkau dan aku meniduri rasa manis air dirgantara ***** Baca Juga Cerita Lucu Sungguh puisi – puisi karya para seniman di atas dapat mewakili suasana di kala hujan. Terima kasih untuk pembaca yang telah membaca puisi tentang hujan ini. Semoga dapat bermanfaat.
Puisi Hujan yang Berwarna Hitam Karya Ahda Imran Hujan yang Berwarna Hitam Hujan yang berwarna hitam adalah hantu yang bersedih dirangkumnya sekalian malam disimpannya ke lubuk perih Jantungnya gelap adalah degup angin ngarai tangis yang sayup. Lambai yang tak sampai-sampai Semata seru di sawang yang beku Hujan yang berwarna hitam adalah hantu yang mengerang tubuhnya sedingin batang pisang dirangkumnya sekalian dendam disimpannya ke lubuk malam. 2013Analisis PuisiBerikut adalah hal menarik dari puisi "Hujan yang Berwarna Hitam" karya Ahda ImranImaji hujan hitam Puisi ini menggunakan imaji hujan yang berwarna hitam sebagai simbol hantu yang bersedih dan mengerang. Warna hitam menggambarkan kesedihan dan kegelapan yang melingkupi malam dan perih Puisi ini menyiratkan bahwa hantu-hantu tersebut menyimpan segala malam dan perih ke dalam lubuk kegelapan. Hal ini menciptakan gambaran tentang bagaimana kesedihan dan dendam dapat tersembunyi dan tertutupi dalam antara jantung yang gelap dan angin ngarai Puisi ini menciptakan kontras antara jantung yang gelap dengan degup angin ngarai. Ini menunjukkan perbedaan antara kegelapan dalam diri hantu dan kekuatan alam yang melambangkan ketidakterdugaan dan yang tak sampai-sampai Dalam puisi ini, terdapat tangisan yang sayup dan lambai yang tak sampai-sampai. Hal ini menciptakan gambaran tentang kehilangan dan ketidakmampuan untuk mengungkapkan perasaan dengan dendam dan kegelapan malam Puisi ini menggambarkan hantu-hantu sebagai perwujudan dendam yang terbungkus dalam kegelapan malam. Hal ini menunjukkan kekuatan emosional dan kesedihan yang muncul dari dalam diri ini menarik karena menggunakan gambaran hujan yang berwarna hitam dan menghadirkan suasana misterius dan gelap. Penggunaan imaji dan simbolisme menciptakan suasana yang intens dan mendalam dalam puisi ini. Puisi Hujan yang Berwarna Hitam Karya Ahda Imran
puisi hujan yang berwarna hitam